Ingin kembali lagi
rasanya ke warung kopi.
“Umi… ada kopi? Mau
dong kopi, ada kopi hitam? Gulanya
sedikit aja ya Umi.” Ujarku pertama singgah di warung ini.
Sore hari yang sejuk, mencicip kopi, bercakap-cakap, membuka tablet untuk foto dan me-tweet, aktivitas
aku di warung sambil menunggu teman-teman yang berkeliling desa.
Aku tidak tahu apa nama warung ini. Wong tidak ada warung lagi yang buka, ya aku putuskan
duduk di warung ini. Sebelum aku duduk, tiga lelaki menawarkan makan mie ayam
yang siap disantapnya. Aku balas dengan ucap “terima kasih mas, silakan… saya
numpang duduk ya.”
Sekilas tentang
warung dan pemiliknya
Ibu Ernah, nama pemilik warung, warga asli Cikarawang. Aku
biasa memanggil beliau dengan Umi. Umi
berusia 66 tahun dengan memiliki lima orang anak. “Daripada di rumah bengong,
ya mending di warung,” ujarnya yang pernah
bekerja di TK Agriananda (terletak di dalam kampus IPB) selama sekitar 37
tahun.
Modal awal membangun warung sekitar satu juta. Atap yang
digunakan berupa baliho bekas kegiatan mahasiswa. Pengeluaran biaya per bulan
terdiri atas biaya keamanan dan listrik.
Penasaran dengan hasil warung, aku beranikan diri untuk
bertanya. “Umi, kira-kira berapa pendapatan sehari?” Tanpa ragu beliau
menjawab, “ Tergantung, kadang 60, kalau rame bisa 200, bahkan bisa mencapai 300 ribu.”
Selain kopi dan mie ayam, ada telor, mie rebus dan
nasi putih untuk kita yang lapar. Kebetulan makan siang kami memesan nasi putih
dengan telor ceplok yang dibumbui cabe. Kemudian Umi memberikan ikan teri yang
dibumbui cabe dan menawarkan kami untuk makan ditambah kerupuk. Kami makan
dengan lahapnya, agar irit, kami hanya mesan lima telor. Seperti biasa,
kebersamaan semakin erat saat kita makan sepiring berdua, dasar mahasiswa. Hehe…
Bahkan anak Ibu Erna menawarkan sambal yang masih berupa
cabe bersiap untuk diulek. Namun karena kami makan terlalu cepat, sambal jadi namun
nasi sudah habis tersantap. Maklum, teman-teman terlihat cukup lelah setelah
berkeliling desa.
Ayo Menulis
Saat makan, teman-teman saling bertukar cerita. Aku senang
mendengar cerita mereka. Lebih senang lagi karena mereka terlihat menikmati proses
kegiatan lapangan ini. Ada yang sempat terjatuh saat melintasi sawah, ada yang
mengaku kesulitan mendapat responden, ada yang mewawancarai orang gila, bahkan
ada yang melihat ‘bidadari’ di pancuran yang mereka andaikan seperti di surga karena
nuansa alam nan elok. Mau tahu lebih lengkap ceritanya? Tunggu kami di lawalataipb.org
dalam bentuk penulisan popular.
Penulisan popular merupakan salah satu hasil kegiatan kami
di Desa Cikarawang. Sebenarnya topik kajian kami adalah AIR. Namun aku rasa,
menulis tentang warung Ibu Ernah menarik sekaligus sebagai ucapan rasa terima
kasih.
Tak sabar untuk mengambil momen ini, aku minta berfoto
dengan Ibu Ernah.
Foto bersama Umi Ernah salah satu pemilik warung\ di tepi Danau Situ Burung, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor |
Sepertinya, warung ini cocok sebagai tempat berlabuh. Bagi
kawan-kawan yang butuh refreshing di sekitar kampus IPB. Silakan kunjungi Situ
Burung, salah satu Danau dari dua Danau yang ada di Cikarawang (Situ Burung,
Situ Panjang). Sebenarnya ada lagi satu Situ
bernama Situ Gede dekat desa Cikarawang. Ternyata Situ Gede termasuk dalam
Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
Udara sejuk, nuansa danau,
elok hijau daun, kicauan burung adalah sajian Tuhan untuk kita nikmati dan syukuri. Bila
sudah sampai di Danau, sempatkan diri untuk berlabuh di warung Umi. Kursi
warung menghadap danau menyajikan keindahan yang dapat melepas penat walau
untuk sejenak. Ceriamu akan terasa lengkap dengan ditemani secangkir kopi
buatan Umi Ernah… Selamat mencoba kawan… : )
No comments:
Post a Comment
Ayo dong komentar, terima kasih