Tuesday, August 5, 2014

Ngopi Darat Gunung Bunder

Catatan Singkat di Malam Minggu 

            Tulisan ini merupakan ulasan perjalanan saya dengan kaka-kaka Lawalata. Mereka adalah ka Anas, ka Beni, ka Ode dan yang termuda adalah Bakel. Kami berlima yang terdampar di sekret Lawalata, ingin menghirup udara segar mumpung cerah dan malam ini ternyata adalah malam minggu. Perjalanan ini sekaligus melunasi niat kami yang awalnya ingin pesta pantai di pantai selatan, namun tak jadi karena berbagai hal.  

          Waktu tempat menunjukkan Dramaga Bogor, 2 Agustus 2014, pukul 11 malam. Berangkat dari sekret kita menuju Gunung Bunder yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun  Salak (TNGHS). Kami menggunakan 3 sepeda motor. Tanpa membawa tenda, trangia dan seperangkat alat kemping lainnya, warung pinggiran adalah tempat pantat kami berlabuh.

            Seperti biasa, tidak perlu laptop, play station atau pun elektronik lainnya untuk menghibur diri disini. NGOBROL, aktivitas utama kami. Caranya sangat mudah. Cukup menggunakan dan memaksimalkan lima alat indera dan organ tubuh lainnya. Kuatkan mata untuk tetap bertahan. Buka lebar telinga, tahan mulut untuk mengemil, besarkan hidung, dan kencangkan pori-pori kulit karena udara dingin.

Mulai dari Revolusi Mental, Pendidikan di Indonesia dan Bahasa Inggris

        Ngobrol ngalor ngidul memiliki keunikan sendiri. Tidak perlu direncanakan apa yang hendak diobrolkan, biarkan saja mengalir mengiringi kepergian malam. Sepertinya sudah tradisi, ngobrol yang asik itu saat kondisi perut kenyang, ada cemilan, dan minuman yang melepas dahaga. Yuk, kita awali dengan mesen mie telor, kopi pahit, teh manis, makan pisang goreng yang sudah ada dan sesekali menguliti kacang kulit.

            Dari sekian banyak percakapan yang menguap ke udara, cukup 3 yang ingin saya tulis. Pertama yaitu revolusi mental, kedua adalah pendidikan, terakhir adalah penting bagi kita untuk lancar berbahasa Inggris. Topik ini bukanlah berdurasi waktu yang didiskusikan seperti saat seminar atau kajian-kajian. Jadi, tidak ada narasumber dan moderator, semua bebas untuk bertanya dan menanggapi. Tentu yang sudah banyak asam garam di dunia kerja mampu memberikan contoh-contoh nyata, masalah dan solusinya. Bagi saya pribadi, ini menarik untuk didengar dan dicermati.

            Muara, layaknya air sungai yang bermuara, lalu serpihan serpihan yang tersurat tersirat menyempit, dan ujung-ujungnya kita semua berkata “Bener ini, Revolusi mental…” lalu kita semua terkikih nyengir. Bagaimana tidak, awal masuk kawasan ini saja kami sudah diminta membayar tiket masuk lebih besar dari yang seharusnya. Jelas terpampang di baliho informasi harga tiket masuk (HTM), namun masyarakat yang menjaga me mark up nya. Mungkin kami termasuk rombongan yang ‘kritis’ menanggapi hal ini. Sempat terjadi debat kecil, namun akhirnya kami membayar sesuai keinginan mereka. Pesan kami kepada pengunjung lainnya, minta tiket masuk ya sebagai bukti pembayaran. Karena uang yang masuk ke negara berdasar tiket yang terjual. Tiket yang kami terima malam ini adalah tiket siang dari orang-orang yang tidak meminta tiket masuk.

       Dalam hal pendidikan, rekomendasi obrolan kami adalah coba uji coba beasiswa penuh untuk mahasiswa sampai lulus kuliah, S1, S2 bahkan sampai S3. Beasiswa berupa bebas biaya kuliah dan mendapatkan uang saku. Namun, uang saku ini wajib dikembalikan ke kas negara ketika orang tsb. sudah bekerja dan mendapatkan penghasilan melebihi batas gaji yang ditentukan. Terapkan ini di kampus negeri dengan seleksi masuk yang cukup ketat, sehingga orang-orang akan bersemangat belajar. Saya berpendapat, dengan kewajiban negara menganggarkan 20 persen dari APBN dan 20 persen APBD, rasanya hal itu sangat mungkin dilakukan. Seluruh biaya kuliah gratis, namun uang saku dikembalikan setelah bekerja. 
           
            “Zaman sekarang, menguasai bahasa asing sangat penting, satu aja minimal, bahasa Inggris.” Ujar ka Anas. Lalu dia cerita pengalaman kerjanya selama ini. Ehm, menurut saya emang ternyata kita harus dapat berbahasa Inggris. Namun kami semua masing-masing menyatakan minim kemampuan berbahasa inggris. Tiba-tiba ka Beni men-download software berjudul ‘fluent english’. Hehe cepet banget di responnya. Jadilah kami lainnya penasaran apa sih fluent english itu? Anda penasaran juga? Silakan download gratis di google playstore bila Anda menggunakan ponsel pintar (smartphone) aplikasi Android.

      Belum berhenti mulut ini, jam menunjukkan saatnya matahari menampakkan sinarnya. “Yuk  balik, daripada tidur dan bangun siang di warung…” ucap ka Ode. Oke, kita semua sepakat, lalu bergegas dan tidak lupa bayar jajanan ke Ibu warung. Wow, cukup mahal juga ya, total jajanan 97 ribu. Alhamdulillah di bayarin sama ka Anas (hatur nuhun ka).

         Perjalanan balik di pagi hari, saya dapat melihat jelas sawah nan hijau, langit biru merona dan sebagian masyarakat ber aktivitas ekonomi (jual beli untuk sarapan, jual sayur mayor, dsb). Namun ternyata kondisi jalan cukup banyak yang rusak berlubang. Seharusnya pemerintah merespon cepat mengingat akses jalan yang baik adalah salah satu aspek kepuasan orang berwisata.


      Bagi Anda yang memiliki rutinitas padat yang mungkin menjemukan otak, saya menyarankan untuk sesekali menginjakkan kaki di warung di kawasan gunung bunder. Banyak sekali warung tersedia, tinggal pilih berdasarkan jumlah orang yang berangkat. Kemping ceria, jagung bakar, air terjun, wisata trekking kawah ratu, sewa Vila, banyak kegiatan dan tempat pilihan sesuai kebutuhan dan keinginan Anda. Bagi saya, cukup duduk santai di warung, menikmati makanan cemilan yang ada, lalu ngobrol ngalor ngidul, merupakan aktivitas yang menyenangkan. Tak percaya? Coba deh…

1 comment:

  1. Kan aku iri..wah asik banget apalagi kalo ada cewenya..hehehe obrolannya juga berisi..bukan sembarang ngobrol..

    ReplyDelete

Ayo dong komentar, terima kasih